Di luar dugaan, ternyata hanya sekitar seperempat personalia Kabinet Indonesia Bersatu yang tetap dipertahankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk KIB jilid II. Selebihnya adalah para wajah baru gabungan unsur profesional dan partai politik pendukung Yudhoyono. Apa saja tantangan kabinet baru?
Meskipun basis politik koalisi parpol pendukung Yudhoyono di DPR lebih besar dibandingkan periode 2004-2009, secara umum tantangan kabinet baru jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Besarnya tantangan tersebut bukan hanya karena KIB II dihadapkan pada realitas krisis ekonomi global yang belum berakhir, tetapi juga karena periode 2009-2014 merupakan kesempatan terakhir bagi Yudhoyono menorehkan tinta emas bagi dirinya pribadi dan masa depan negeri ini.
Sekurang-kurangnya terdapat tiga kelompok tantangan yang bakal dihadapi Yudhoyono dan KIB II. Pertama, kemampuan Yudhoyono membangun relasi institusi dan kemitraan politik yang lebih produktif dengan DPR sehingga menghasilkan pemerintahan yang lebih efektif dibandingkan periode sebelumnya. Kedua, kemampuan Presiden memimpin dan mengelola potensi kabinet baru dalam rangka pencapaian visi, komitmen, dan janji-janji politik Yudhoyono semasa pemilu. Ketiga, kemampuan optimalisasi pemanfaatan APBN bagi peningkatan kesejahteraan rakyat serta pengurangan pengangguran dan kemiskinan.
Relasi dengan DPR
Salah satu persoalan krusial yang dihadapi setiap presiden terpilih dalam skema presidensial berbasis multipartai seperti Indonesia adalah membangun relasi kekuasaan yang kondusif dengan parlemen. Dalam konteks KIB II, Presiden Yudhoyono diuntungkan oleh kemenangan Partai Demokrat (PD) dalam pemilu legislatif sehingga menjadi parpol terbesar di DPR. Keuntungan politik berikutnya adalah besarnya jumlah kursi, 423 kursi dari 560 kursi DPR (75,5 persen) yang dikuasai parpol koalisi pendukung Yudhoyono di Senayan.
Namun di pihak lain, sama sekali tidak ada jaminan bahwa parpol koalisi yang tergabung dalam KIB II konsisten dengan komitmen mereka mendukung pemerintahan Yudhoyono selama lima tahun ke depan. Pengalaman relasi Presiden-DPR periode sebelumnya memperlihatkan bahwa parpol-parpol pendukung pemerintah acapkali turut menolak kebijakan pemerintah di DPR melalui penggunaan hak interpelasi dan hak angket.
Persoalannya, disiplin parpol-parpol koalisi dalam mendukung pemerintahan hasil Pemilu 2009 acapkali turut ditentukan oleh kemampuan Presiden Yudhoyono memberikan hadiah dan kompensasi politik bagi parpol pendukungnya. Karena itu salah satu tantangan Yudhoyono adalah mendorong kemampuan Fraksi PD –yang notabene sebagian besar adalah wajah baru—mengelola dan menggalang dukungan parpol koalisi terhadap setiap kebijakan pemerintah. Kalau tidak maka secara potensial Yudhoyono akan “terpenjara” oleh koalisi politik yang dibangunnya.
Kinerja Kabinet
Selanjutnya kemampuan memimpin, mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja para menteri kabinet adalah tantangan yang tak kalah besarnya bagi Presiden Yudhoyono. Apalagi sebagian besar menteri KIB II adalah wajah baru yang relatif belum berpengalaman dalam pemerintahan. Tantangan Yudhoyono bukan hanya mendorong para menteri bekerja atas dasar inisiatif mereka menterjemahkan sekaligus mengimplementasikan visi, komitmen, dan platform politik presiden terpilih, melainkan juga terkait kemampuan Yudhoyono memberikan arahan dan agenda yang jelas bagi kabinetnya.
Masalah lain terkait kinerja kabinet adalah watak personal Presiden Yudhoyono yang terlalu hati-hati, penuh pertimbangan, dan lamban mengambil keputusan. Pengalaman KIB sebelumnya memperlihatkan bahwa rapat-rapat kabinet begitu sering dilakukan, namun problematiknya seringkali tidak ada keputusan yang diambil dari rapat kabinet yang tidak mengenal waktu, tempat, dan bahkan jarak tersebut.
Oleh karena itu kinerja KIB II tidak akan lebih baik dari kabinet sebelumnya apabila pola yang sama terulang kembali dan para menteri cenderung menunggu perintah serta arahan Presiden ketimbang mengambil inisiatif dalam merumuskan dan mengeksekusi suatu kebijakan. Pertanyaannya, apakah menteri-menteri baru pilihan Yudhoyono memiliki nyali besar untuk merumuskan dan mengeksekusi kebijakan tanpa harus menunggu “restu” dan petunjuk Presiden.
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
Tantangan besar lain bagi Presiden Yudhoyono dan KIB II adalah tingginya ekspektasi publik terhadap kemampuan pemerintah meningkatkan kesejahteraan, mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan. Soalnya, sudah terlalu sering pidato dikumandangkan terkait keberhasilan pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tengah hantaman krisis ekonomi global. Namun dampak pertumbuhan ekonomi bagi peningkatan kualitas kesejahteraan, pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan bisa dikatakan bergerak di tempat.
Masa jabatan periode kedua merupakan kesempatan emas bagi Presiden Yudhoyono untuk menunjukkan secara publik bahwa pemerintahannya tidak sekadar pandai membangun citra keseriusan berpihak kepentingan rakyat. Juga, bukan lagi momen yang tepat bagi Yudhoyono untuk sekadar mencitrakan kesungguhan pemerintah bekerja untuk rakyat seperti cenderung tampak selama lima tahun pertama kepemimpinannya.
Kini saatnya Yudhoyono membuktikan bahwa kabinet yang dibentuknya benar-benar berorientasi kepentingan rakyat pemberi mandat, bukan sekadar kabinet “balas jasa” seperti tercermin dari penjatahan posisi menteri bagi parpol koalisi. Kalau tidak, mungkin tak banyak yang bisa dicatat sejarah dari kepemimpinan jenderal kelahiran Pacitan, Jawa Timur, ini kecuali prosesi pencintraan diri yang tak berujung.
(Dimuat dalam Seputar Indonesia, 21 Oktober 2009).
Sampaikan ungkapan cinta, keluh kesah, kritik, dan saran anda untuk pemimpin kita 😀
http://www.facebook.com/pages/Presiden-Indonesia/204016290557